BUDAYA CAROK MASYARAKAT MADURA PERSPEKTIF HUKUM PIDANA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia sebagai makhluk sosial baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun
kehidupan bernegara aselalu mengadakan interaksi dan hubungan dengan manusia
lainnya. Setiap
interaksi yang dilakukan tersebut tidak jarang
dapat menimbulkan masalah sebagai akibat adanya perbedaan kepentingan di
antara mereka. Untuk menghindari konflik yang terjadi karena perbedaan
kepentingan tersebut maka diciptakan aturan hukum.
Negara Republik Indonesia adalah Negara yang
berdasarkan atas hukum,
ketentuan ini tercantum dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan
bahwa “Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (recht staat) tidak berdasarkan
atas kekuasaan belaka (machstaat)”. Hukum sejatinya dibentuk dan diberlakukan
sebagai sarana untuk memberikan perlindungan kepada setiap orang secara
berkeadilan. Hukum Indonesia, sebagai-mana tersirat di dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, merupakan ins-trumen untuk mendukung terselenggaranya
fungsi dan tugas negara untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, menciptakan perdamaian serta mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Negara Indonesia merupakan Negara kepulauan
yang terdiri dari 34 propinsi dan berbagai macam suku bangsa. Dari
bermacam-macam suku bangsa itulah tercipta pulau berbagai macam kebudayaan
serta adat istiadat. Dari semua itu
menciptakan berbagai macam hukum adat.
Hukum Adat secara
historis filosofis dianggap
sebagai perujudan atau pencerminan kebiasaan suatu bangsa dan
merupakan penjelmaan dari jiwa bangsa (volkgeist) suatu masayarakat
Negara yang bersangkutan dari zaman ke zaman. Oleh karena itu semua bangsa yang
ada di dunia memiliki suatu adat (Kebiasaan) yang mana adat yang satu dengan
adat yang lain tdak mempuyai kesamaan. Hukum adat yang tdak mempuyai kesamaan itu, kita bisa
mengetahui bahwa hukum adat merupakan salah satu faktor penting dan memberi
suatu identitas kepada bangsa yang bersangkutan disamping bangsa yang lain yang
ada di dunia.
Pengertian hukum adat itu sendiri menurut Bushar
Muhammad, beliau mengemukakan dan memaknai mengenai hukum adat ialah hukum yang
mengataur tingkah laku manusia indonesia dengan hubungan satu sama lain baik
yang merupakan keseluruhan kelaziman, maupun yang merupakan kesusilaan yang
benara-benar hidup dalam masyarakat adat karena dianut dan dipertahankan oleh
anggota masyarakatnya, maupun yang merupakan keseluruhan peraturan-peraturan
yang mengenai sanksi atas pelanggaran yang ditetapak dalam keputusan para
penguasa adat.
Masyarakat Madura mempunyai suatu kebudayaan yang berbeda
dengan kebudayaan masyarakat pada umumnya, termasuk dengan kebudayaan yang
berada diwilayah jawa timur, meskipun pulau Madura berada dalam satu propensi
Jawa Timur. Komunitas masyarakat madura memiliki rasa persaudaraan yang sangat
tinggi, sampai timbul suatu asumsi jika salah satu anggota keluarga mereka
sakit baik itu jasmani maupun rohani, maka keluarga yang lain juga akan merasa
sakit. Cara apapun dilakukan untuk mengembalikan serta cara memulihkan harkat
dan martabat yang telah direndahkan atau dipermalukan. Adapun cara yang
dimaksud adalah menghilangkan nyawa orang lain, dengan kata lain membunuh kalau
itu dianggap perlu.
Masyarakat
Madura memiliki budaya corak, karakter dan sifat yang berbeda dengan masyarakat
Jawa pada umumnya. Masyarakat Madura mempuyai karakter yang santun, membuat
masyarakat Madura disegani, dihormati bahkan ditakuti oleh masyarakat yang
lain. Orang Madura yang melakukan budaya Carok
bukan semata-mata tidak dianggap sebagai penakut maskipun sebenarnya takut
mati, melainkan juga agar dia tetap dianggap sebagai orang Madura. Bila
demikian halnya Carok mempuyai arti
salah satu cara orang Madura untuk mengekspresikan identitas etnisny. Itu semua
semakin memperkuat anggapan bahwa Carok bukanlah tindakan kekerasan pada
umumnya, melainkan tindakan kekerasan yang syarat dengan makna-makna sosial
budaya yang ada di pulau Madura.
Dengan alasan untuk membela kehormatan, orang yang
melakukan penyelesaian perkaranya dengan melakukan budaya Carok, didalam
keluarga dan juga masyarakat sekitarnya menganggap kepada orang yang melakukan
budaya Carok sebagai jaguan, meskipun pada ujungunya mereka yang melakukan
budaya Carok harus mati di tangan musuhnya. Dan juga bagi orang yang mengalahkan
lawannya saat melakukan Carok, dan dia selamat dari kematian, selain dianggap
sebagai pahlawan oleh anggota keluarganya juga dia mempunyai julukan sebagai
oreng jago (jaguan). Dalam ungkapan masyarakat Madura “etembeng
pote matah lebih baik pote tolang” yang artinya ketimbang putih mata
lebih baik putih tulang.
Tidak ada
peraturan resmi tentang budaya yang ada di masyarakat Madura yang melakukan
penyelesaian perkara dengan budaya Carok karena Carok merupakan tindakan yang
dianggap negatif dan kriminal serta melanggar hukum yang sudah ditentukan oleng
Undang-undang. Akan tetapi budaya Carok merupakan cara masyarakat Madura dalam
mempertahankan harga diri dan keluarga dari masalah yang melecehkan
keluarganya, jika hal tersebut tidak dilakukan maka mereka akan dicelah dan
juga akan mendapatkan hukuman sosial bagi masyarakat sekitarnya yaitu dia akan
dihina dan dicaci maki oleh masyarakat yang lain.
Dalam konteks hukum formal, Carok merupakan suatu
tindakan yang melanggar peraturan yang sudah ditetapkan dalam KUHP, sehingga
masyarakat Madura yang melakukan Carok harus menjalani sanksi hukuman penjara
selama bertahun-tahun sebagai pelaku tindak pidana berat. Menurut KUHP, mereka
dikenakan ancaman sanksi hukuman pidana berupa kurungan penjara maksimal
hukuman mati, sanksi penjara kurungan seumur hidup, atau sanksi kurungan
penjara selama-lamanya 20 tahun.
Fungsi hukum dalam masyarakat yang dimaksud diatas adalah
menerapkan cara kontrol sosial yang akan membersihkan masyarakat dari
peyimpangan masyarakat yang tidak dikehendaki sehinga hukum mempuyai suatu
fungsi atau peranan untuk mempertahankan eksistensi kelompok dalam masyarakat.
Hukum sebagai alat dan mikanisme kontrol sosial ini digunakan untuk mengatasi
peyimpangan perilaku warga masyarakat, guna menjamin agar setiap kelompok tetap
utuh, menegakkan nilai dan norma sosial masyarakat sehingga tertip sosial
terjaga. Hukum dalam hal ini terdiri dari pola-pola tingakah laku yang
dimanfaatkan oleh kelompok untuk mengembalikan tindakan-tindakan yang jelas
menganggu usaha-usaha untuk mencapai tujuan-tujuan kelompok yang meyimpang dari
cara dan nilai norma yang sudah melembaga dalam institusi masyarakat.
Dari uraian latar belakang diatas, penulis tertarik untuk
mengulas budaya carok masyarakat madura dalam makalah yang berjudul “Budaya
Carok Masyarakat Madura Perspektif Hukum Pidana”.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana tinjauan
umum tentang tindakan pidana carok?
2. Apa yang dimaksud
dengan carok?
3. Apa saja faktor
penyebab tindakan carok?
4. Bagaimana tinjauan
KUHP tentang tindakan carok?
5. Bagaimana hukuman
tindakan carok?
C. TUJUAN
1. Menjelaskan
bagaimana tinjauan umum tentang tindakan pidana carok.
2. Menjelaskan apa
yang dimaksud dengan carok.
3. Menyebutkan apa
saja faktor penyebab tindakan carok.
4. Menjelaskan
bagaimana tinjauan KUHP tentang tindakan carok.
5. Menjelaskan
bagaimana hukuman tindakan carok.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Umum tentang Tindakan Pidana Carok
1.
Pengertian
Pidana
“Tindak pidana adalah pelanggaran norma-norma dalam tiga bidang hukum lain,
yaitu Hukum Perdata, Hukum Ketata-Negaraan dan Hukum Tata-Usaha-Pemerintahan,
yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana
Sedangkan menurut Moeljatno (2000 : 2) “Perbuatan yang oleh hukum pidana
dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan
tersebut), untuk singkatnya kita namakan perbuatan pidana atau delik”.
Disini Moeljatno tidak menggunakan istilah tindak pidana pada rumusan
diatas, tetapi menggunakan kata “ Perbuatan Pidana “. Dalam hal ini dapat
ditarik kesimpulan bahwa antara kesalahan dengan tindak pidana ada hubungan
erat, dimana kesalahan tidak dapat dimengerti tanpa adanya perbuatan yang
bersifat melanggar hukum.
Dalam beberapa pasal ketentuan hukum pidana (strafberpaling)
disebutkan sebagai suatu unsur khusus dari suatu tindak pidana tertentu : “wederrechtelijkheid”
atau sifat melanggar hukum.
2. Pengertian
Pembunuhan
Pembunuhan oleh
pasal 338 KUHP dirumuskan sebagai “dengan sengaja menghilangkan nyawa orang”,
yang diancam dengan maksimum hukuman lima belas tahun penjara. Ini adalah
perumusan secara “materiil”, yaitu secara “mengakibatkan sesuatu tertentu”
tanpa menyebutkan wujud perbuatan tindak pidana.
Perbuatannya
ini dapat berwujud macam-macam, dapat berupa menembak dengan senjata api, atau
menikam dengan pisau, atau memukul dengan sepotong besi, atau mencekek leher
dengan tangan, atau dengan memberi racun dalam makanan dan banyak lain-lain
sebagainya, bahkan dapat berupa diam saja dalam hal seorang wajib bertindak
seperti misalnya tidak memberi makan kepada seorang bayi.
a. Pembunuhan
Biasa
Unsur-unsur pembunuhan biasa adalah :
1. Bahwa perbuatan
itu harus disengaja dan kesengajaan itu harus timbul seketika itu juga (dolus
repetinus atau dolus impetus), ditunjukkan kepada maksud supaya
orang itu mati.
2. Meleyapkan
nyawa orang lain itu harus merupakan perbuatan yang “positif” walaupun dengan
perbuatan yang kecil sekalipun.
3. Perbuatan itu
harus menyebabkan matinya seseorang
a)
Seketika itu juga, atau
b)
Beberapa saat setelah dilakukannya perbuatan
itu, harus ada hubungan antara perbuatan yang dilakukan itu dengan kematian
orang tersebut.
b.
Pembunuhan Berencana
Unsur-unsur pembunuhan berencana antara lain :
1.
Adanya kesengajaan (dolus premiditatus),
yaitu kesengajaan yang harus disertai dengan suatu perencanaan terlebih dahulu.
2.
Adanya kesengajaan (dolus premiditatus),
yaitu kesengajaan yang harus disertai dengan suatu perencanaan terlebih dahulu.
3.
Adanya kesengajaan (dolus premiditatus),
yaitu kesengajaan yang harus disertai dengan suatu perencanaan terlebih dahulu.
Pembunuhan
berencana diatur dalam Pasal 340 KUHP yang berbunyi :
“Barang siapa dengan
sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain,
dihukum karena pembunuhan direncana (moord), dengan hukuman mati atau
penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.”
B. Pengertian Carok
Kata carok
berasal dari bahasa Madura yang berarti “bertarung dengan kehormatan”. Pengertian dari carok yaitu suatu tindakan atau upaya pembunuhan (karena
ada kalanya berupa penganiayaan berat), menggunakan senjata tajam, pada umumnya
celurit, yang dilakukan oleh orang laki-laki (tidak pernah perempuan) terhadap
laki-laki lain yang dianggap telah melakukan pelecehan terhadap harga diri
(baik secara individu sebagai suami maupun secara kolektif yang mencakup
kerabat atau keluarga), terutama berkaitan dengan masalah kehormatan istri,
sehingga membuat malo (malu). (A. Latief Wiyata, 2006 ; 184).
Carok merupakan
tradisi bertarung satu lawan satu dengan menggunakan senjata (biasanya
celurit). Tidak ada peraturan resmi dalam pertarungan ini, karena carok
merupakan tindakan yang dianggap negatif dan kriminal serta melanggar hukum.
Ini merupakan cara suku madura dalam mempertahankan harga diri dan keluar dari
masalah yang pelik.
Akan tetapi tetap ada aturan-aturan main yang melingkupinya, yaitu pelaku
carok harus membunuh lawannya dari depan dan ketika lawannya jatuh tersungkur,
maka posisi mayat menentukan proses kelanjutan dari sebuah carok. Jika mayat
jatuh dengan posisi terlentang, seolah dijadikan komunikasi terakhir, yang
dimaknai sebagai bentuk ketidakterimaan mayat terhadap kondisinya (yang menjadi
korban carok). Akan tetapi jika posisi mayat tertelungkup
dengan muka menghadap tanah, maka balas dendamnya tabu untuk dijalankan oleh
keluarga yang menjadi korban carok.
C. Faktor Penyebab terjadinya Carok
Penyebab atau motif sehingga terjadi carok antara lain :
1.
Mengganggu istri;
Setiap bentuk
gangguan terhadap istri merupakan pelecehan terhadap harga diri yang kemudian
menimbulkan perasaan malo terutama pada pihak suami, kemudian keluarga,
dan akhirnya pada lingkungan sosial. Perasaan malo suami muncul karena peran dan fungsinya
melindungi istri dianggap telah gagal. Bagi pihak keluarga perempuan, perasaan malo
berkaitan dengan kegagalan melindungi anak perempuannya, sedangkan bagi pihak
keluarga laki-laki berkaitan dengan kegagalan memilih menantu yang baik.
Selanjutnya, karena tindakan mengganggu kehormatan istri secara sosial dinilai
sebagai arosak atoran, maka anggota masyarakat yang lain akan merasakan
hal yang sama. Jika terjadi carok karena persoalan ini dapat dipahami bila
mereka mendukungnya.
Tindakan mengganggu kehormatan istri,
selain dianggap merusak tatanan sosial (arosak atoran). Oleh karena itu,
menurut pandangan orang Madura pelakunya tidak bisa diampuni dan harus dibunuh.
Biasanya dalam motif carok seperti
ini, ada 2 (dua) alternatif. Pertama, alternatif ini sudah merupakan suatu
keharusan yang tidak boleh ditawar lagi, yaitu membunuh laki-laki yang telah
mengganggu istri. Kedua, membunuh keduanya, yaitu laki-laki yang dianggap telah
mengganggu sekaligus perempuan yang diganggu ( istri). Alternatif pertama
diambil jika suami menyadari bahwa tindakan laki-laki pengganggu istrinya hanya
merupakan tindakan sepihak. Akan tetapi, jika antara laki-laki itu dan istrinya
sudah diyakini terjalin hubungan maka alternatif kedua yang akan dipilihnya.
Lebih-lebih jika suami melihatnya sendiri. Meskipun demikian, bisa juga
alternatif kedua tidak dilakukan secara konsisten, dalam arti hanya laki-laki
yang mengganggu saja yang dibunuh.
2.
Mempertahankan martabat;
Bagi orang Madura, tindakan tidak
menghargai martabat atau tidak mengakui peran dan status sosial sama artinya
dengan memperlakukan dirinya sebagai orang yang tada’ ajhina dan pada
gilirannya timbulah perasaan malo. Apabila seorang laki-laki yang
dilecehkan harga dirinya atau martabatnya tersebut tidak berani melakukan
carok, orang Madura akan mencemoohnya sebagai tidak laki-laki (lo’ lake).
Bahkan ada yang mengatakan ‘Mon lo’ bangal acarok ajjha’ ngako oreng
Madhura’ (jika tidak berani melakukan carok jangan mengaku sebagai
orang Madura).
3.
Persaingan bisnis;
Demi mempertahankan kelangsungan
bisnisnya. Orang Madura tidak segan-segan melakukan carok terhadap lawan
bisnisnya yang dianggap bisa membahayakan kelangsungan bisnisnya.
4.
Membalas dendam;
Jika terjadi
carok balasan oleh pihak yang kalah terhadap pihak yang menang, kemungkinan
yang akan melakukannya pertama-tama adalah orang tua, jika orang tua tidak
mampu karena alasan usia telah tua atau alasan tertentu maka kemungkinan yang
lain adalah saudara kandung (kakak atau adik) atau kerabat dekatnya, seperti
saudara sepupu. Incaran
atau sasaran utama dalam carok balasan adalah orang yang menang dalam carok
sebelumnya (musuhnya). Akan tetapi biasanya carok balasan tidak dapat segera
dilakukan karena musuh sedang menjalani hukuman di penjara. Oleh karena itu,
sasaran berikutnya adalah kerabat dekatnya terutama orang tua karena dianggap
representasi dari diri musuhnya. Jika hal ini tidak mungkin, misalnya karena
sudah meninggal dunia, maka yang diincar kemudian adalah saudara laki-lakinya,
saudara sepupu laki-lakinya atau kerabat lain. Pilihan sasaran terutama harus
jatuh kepada orang yang dianggap kuat fisik dan ekonominya. Dimaksudkan agar
jika benar terjadi carok dan ternyata kemudian menang, keluarga musuh tidak
akan lagi memiliki kekuatan untuk meneruskan carok.
Dari beberapa
motif diatas yang paling sering terjadi adalah karena motif mengganggu istri,
karena bagi orang Madura pelecehan terhadap istri merupakan pelecehan terhadap
harga diri yang kemudian menimbulkan perasan malo (malu) terutama pada
pihak suami, kemudian keluarga, dan akhirnya pada lingkungan sosial.
D. Tinjauan KUHP tentang Tindakan Carok
Carok yang menjadi bagian budaya orang Madura termasuk dalam
kategori tindakan anarkis, yang mendatangkan penderitaan atau hilangnya nyawa
seseorang. Penderitaan tersebut tidak hanya dirasakan oleh si pelaku, tetapi
juga oleh seluruh anggota keluarga lainnya. Permusuhan dan dendam yang membara
bagi anggota keluarga kedua belah tidak akan mudah hilang, dan sewaktu-waktu
dapat menyulut munculnya kasus carok baru sebagai reaksi pembalasan dendam.
Bagi si pelaku carok, baik menang maupun kalah sama-sama
mengalami penderitaan yang berkepanjangan. Harta dan nyawa melayang secara percuma.
Carok menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi kedua belah pihak, baik yang
membunuh maupun yang terbunuh. Kerugian yang dimaksud dalam konteks ini adalah
hilangnya nyawa seseorang dan harta benda, yang pada akhirnya kasus ini juga
dapat memicu timbulnya kasus baru dari peristiwa carok tersebut bagi anggota
keluarga dari kedua belah pihak.
Carok termasuk
dalam kategori tindak kejahatan yang dapat menimbulkan penderitaan dan bahkan
menghilangkan nyawa seseorang, maka carok dipandang dari sudut KUHP dilarang
sebagaimana penjelasan pasal 338 dan 340 KUHP:
1. Kutipan Kitab Undang-undang Hukum
Pidana tentang Kejahatan terhadap Nyawa orang.
Pasal 338
“Barangsiapa dengan sengaja merampas
nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama
lima belas tahun”.
Pasal 340
“Barangsiapa dengan sengaja dan
dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup
atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun” .
2. Kutipan Kitab Undang-undang Pidana
tentang
Penganiayaan
Pasal 351
(1) Penganiayaan
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau
denda sebanyaknya-banyaknya empat ribu lima ratus ribu rupiah.
(2) Jika perbuatan itu
berakibat luka berat, yang bersalah dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya lima tahun.
(3) Jika perbuatan
itu berakibat matinya orang, maka yang bersalah dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan merusak
kesehatan orang dengan sengaja.
Pasal 353
(1) Penganiayaan dengan direncanakan
lebih dahulu, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun.
(2) Jika perbuatan itu berakibat luka
berat, maka yang bersalah dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh
tahun.
(3) Jika perbuatan itu berakibat matinya
orang, maka yang bersalah dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya
sembilan tahun.
Pasal 354
(1) Barangsiapa
dengan sengaja melukai berat orang lain, dipidana karena penganiayaan berat,
dengan pidana penjara selama-lamanya delapan tahun.
(2) Jika perbuatan
itu berakibat matinya orang, maka yang bersalah dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya sepuluh tahun.
Pasal
355
(1) Penganiayaan
berat dengan direncanakan lebih dahulu, dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya dua belas tahun.
(2)
Jika perbuatan itu berakibat matinya
orang, maka yang bersalah dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima
belas tahun.
Berdasarkan ketentuan
Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana tersebut di atas, maka perbuatan
carok merupakan tindak kejahatan, karena di dalamnya ada unsur pembunuhan yang
telah direncanakan sebelumnya. Sanksi bagi pelaku carok dapat dikenakan hukuman
sebagaimana ketentuan pasal-pasal tersebut di atas.
E. Hukuman Tindakan Carok
Pihak aparat peradilan (Kepolisian, Kejaksaan,
dan Kehakiman) memandang Carok maupun atokar (dengan
kata lain, meskipun seseorang telah berniat akan melakukan Carok
atau membunuhnya, jika dalam kenyataannya tidak ada korban mati atau lukaluka
parah maka ia belum dapat disebut telah melakukan Carok) dari kacamata legal formal. Artinya, Carok sama-sama
dikategorikan sebagai tindakan kriminal yang mengacu pada pasalpasal dalam
Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP). Sesuai dengan PasalPasal tersebut, Carok
dikategorikan sebagai pembunuhan (pasalpasal 338 dan 340) atau penganiayaan
berat (pasalpasal 351, 353, 354, dan 355), sedangkan atokar dikategorikan
sebagai penganiayaan ringan (pasal 352).
Dalam konteks hukum formal, Carok
merupakan manifestasi keberanian pelakunya dalam hal melanggar aturanaturan
yang telah ditetapkan dalam KUHP, sehingga mereka harus menjalani sanksi
hukuman penjara selama bertahuntahun sebagai pelaku tindakan kriminal berat. Menurut KUHP, mereka dincam sanksi pidana berupa hukuman penjara
maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau hukuman penjara selamalamanya
20 tahun. Akan tetapi, ancaman sanksi hukum ini dalam prakteknya cenderung
tidak diterapkan secara konsisten, bahkan terkesan sangat ringan, karena para
pelaku Carok
biasanya hanya menjalani hukuman penjara tidak lebih dari sepuluh
tahun(A.Latief, 2002).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Carok merupakan
tradisi bertarung satu lawan satu dengan menggunakan senjata (biasanya celurit).
Tidak ada peraturan resmi dalam pertarungan ini, karena carok merupakan
tindakan yang dianggap negatif dan kriminal serta melanggar hukum. Ini
merupakan cara suku madura dalam mempertahankan harga diri dan keluar dari
masalah yang pelik.
Penyebab atau motif sehingga terjadi
carok antara lain : Mengganggu
istri, Mempertahankan martabat, Persaingan bisnis, Membalas dendam dan lain
sebagainya. Carok sama-sama dikategorikan sebagai tindakan kriminal yang mengacu pada
pasalpasal dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP). Sesuai dengan
PasalPasal tersebut, Carok dikategorikan sebagai
pembunuhan (pasalpasal 338 dan 340) atau penganiayaan berat (pasalpasal 351,
353, 354, dan 355), sedangkan atokar dikategorikan sebagai
penganiayaan ringan (pasal 352). Menurut KUHP,
mereka dincam sanksi pidana berupa hukuman penjara maksimal hukuman mati,
penjara seumur hidup, atau hukuman penjara selamalamanya 20 tahun.
B. SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas. Kritik
dan saran sangat penulisi harapkan baik dari isi maupun teknik penulisan pada
makalah ini sehingga kedepannya penulis dapat menyajikan makalah dengan lebih
baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, makhrus, 2010. Akomodasi Nilai-Nilai BudayaMasyarakat Madura Mengenai Penyelesaian
Carok Dalam Hukum Pidana. Jurnal Hukum, (Online), No. 1, Vol. 17, (https://www.researchgate.net/publication/305185967_AKOMODASI_NILAI-NILAI_BUDAYA_MASYARAKAT_MADURA_MENGENAI_PENYELESAIAN_CAROK_DALAM_HUKUM_PIDANA
diakses 10 November 2016)
Antariksa, Robert, 2016. Peran Ulama Dalam Upaya-Upaya Penyelesaian
Budaya Carok Di Desa Baliparoh, Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan-Madura,
Skripsi pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Walisongo
Semarang, (Online), (http://eprints.walisongo.ac.id/5729/ diakses 10 November 2016)
Arianto,
Henry, 2015, Tradisi
Carok Pada Masyarakat Adat Madura. (Online), (http://www.esaunggul.ac.id/article/tradisi-carok-pada-masyarakat-adat-madura/ diakses 10 November 2016)
Harianto, Erie,
2007. Carok Vs Hukum Pidana Indonesia (Proses
Transformasi Budaya Madura Kedalam Sistem Hukum
Indonesia), Karsa, (Online), No. 02, Vol. 12, (https://www.researchgate.net/publication/268337465_CAROK_VS_HUKUM_PIDANA_INDONESIA_Proses_Transformasi_Budaya_Madura_Kedalam_Sistem_Hukum_Indonesia
diakses 10 November 2016)
Mahmudi, 2015. Putusan Hakim
Di Pengadilan Negeri Sampang Dalam Kasus Tindak Pidana Pembunuhan Yang Berlatar
Belakang Carok. Tesis Magister Hukum UNBRAW. (Online), (http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/1341
diakses 10 November 2016)
Oktarina, Tria Rosita, 2008. Pelaksanaan
Penyelidikan Dan Penyidikan Perkara Pidana Carok Massal Di Wilayah Hokum Polwil Madura Skripsi pada FH
Universitas Sebelas Maret Surakarta (Online), (https://digilib.uns.ac.id/...=/Pelaksanaan-penyelidikan-dan-penyidik... Diakses 10 November 2016)
Pratiwi, Yuliana, 2013. Peranan Advokat Dalam Menerapkan Mediasi Penal
Sebagai Alternatif Penyelesaian Perkara Pidana (Studi Penerapan Mediasi Penal
Di Kota Surakarta) Skripsi pada FH Universitas Jendran Soedirman. (Online),
(http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi%20Yuliana%20Pratiwi.pdf diakses 10 November 2016)
Prayoga, Moh. Wahana
Surya, 2012. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan
Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Yang Berkaitan Dengan Carok Di Kabupaten
Pamekasan. Skripsi pada FH Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur,
(Online), (http://eprints.upnjatim.ac.id/5354/1/file1.pdf
diakses 10 November 2016)
Purwardani, Prisilia, 2010. Analisis Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri
Bangkalan Madura Dalam Memeriksa Dan Memutus Perkara Carok (Studi Putusan No.
183/Pid.B/2002/Pn.Bkl), Skripsi pada FH Universitas Sebelas Maret, (Online), (https://digilib.uns.ac.id/...=/Analisis-pertimbangan-hakim-pengadila... Diakses 10 Nobember 2016)
Surbakti, 2011. Mediasi Penal Sebagai Terobosan Alternatif Perlindungan Hak Korban Tindak Pidana. Jurnal Ilmu
Hukum, (Online) No. 14, Vol.1, (https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/4188/4.pdf?sequence=1 diakses 10
November 2016)
Komentar
Posting Komentar